Jumat, 19 Oktober 2012

Senyawa flavonoid katekin pada teh

Tradisi itu diwariskan hingga kini. Warga Jepang meyakini, minum teh salah satu cara agar panjang umur. Pantas jika usia rata-rata pria Jepang mencapai 76,35 tahun dan wanita 82,84 tahun. Bandingkan dengan usia rata-rata pria Indonesia yang hanya 65 tahun dan wanita 70 tahun.
Khasiat utama teh ada pada polifenol dalam daun muda dan utuh. Katekin – senyawa dominan dari polifenol teh hijau – terdiri dari epikatekin, epikatekin gallat, epigallokatekin, epigallokatekin gallat, katekin, dan gallokatekin. Senyawa polifenol berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksil sehingga tidak mengoksidasi lemak, protein,dan DNA dalam sel. Kemampuan polifenol menangkap radikal bebas 100 kali lebih efektif dibanding vitamin C dan 25 kali lebih efektif dari vitamin E.
Katekin mencegah oksidasi low density lipoprotein (LDL), kolesterol jahat. Alhasil, pembentukan kerak di dinding pembuluh darah penyebab arteriosklerosis bisa ditangkal.
Selain itu,kandungan epigallokatekin dan epigallokatekin gallat pada teh hijau menghambat aktivitas enzim yang mengatur tekanan darah.Konsumsi teh secara teratur, 2 – 4 gelas setiap hari, dapat menurunkan tekanan darah penderita tekanan darah tinggi sehingga kembali normal

Jaga katekin
Kadar katekin mencapai 20% dari bobot kering daun teh hijau. Senyawa itu lebih banyak terkandung pada teh Camellia sinensis jenis assamica dibanding jenis sinensis. Teh hijau Indonesia diolah dari pucuk teh Camellia sinensis jenis assamica sehingga lebih baik dibanding teh hijau Cina atau Jepang yang berbahan baku Camellia sinensis jenis sinensis. Begitu juga dengan teh hitam.
Berdasarkan cara pengolahannya, ada 3 jenis teh: teh fermentasi atau the hitam, teh semifermentasi seperti teh oloong dan teh pouchong, dan the tanpa fermentasi alias teh hijau. Sebetulnya, sebutan fermentasi itu kurang tepat untuk menggambarkan proses pengolahahan teh. Istilah tepatnya adalah oksidasi enzimatis.
Di antara ketiga jenis teh, kadar katekin teh hijaulah paling tinggi. Sebab, selama pengolahan, katekin dipertahankan jumlahnya dengan cara menonaktifkan enzim polifenol oksidase melalui proses pelayuan dan pemanasan. Pada proses pengolahan lainnya, katekin dioksidasi menjadi senyawa orthoquinon, bisflavanol, tehaflavin, dan teharubigin yang khasiatnya tidak sehebat katekin.
Katekin teh mengalami banyak perubahan kimia seperti oksidasi dan epimerisasi saat proses pengolahan dan penyeduhan. Epimerisasi adalah perubahan struktur epi pada rantai kimia katekin. Contohnya dari epigallokatekin menjadi gallokatekin. Perubahan ini mengurangi kadar antioksidan pada teh.
Katekin teh stabil dalam air pada suhu kamar. Kadar katekin menurun sebesar 20%jika dipanaskan pada suhu 98oC selama 20 menit.Saat dipanaskan dalam autoclave pada suhu 120oC, terjadi epimerisasi dari (-)- EGCG menjadi (-)-GCG dan kadar katekin menurun hingga 24%. Katekin bisa anjlok hingga 50%jika dipanaskan selama 2 jam.

Pemisahan katekin
Meningkatnya perhatian masyarakat terhadap manfaat polifenol teh, mendorong para peneliti untuk memperoleh katekin dalam bentuk konsentrat, serbuk, atau bubuk. Sejumlah metode pemisahan dikembangkan dengan pelarut organik seperti methanol dan kloroform. Sayang, metode itu tidak ekonomis. Sebab, harga pelarut-pelarut organik mahal dan perlu diteliti keamanannya akibat kemungkinan residu tertinggal.
Metode lainnya teknologi membran filtrasi untuk memisahkan komponen cair dengan tekanan. Pemisahan katekin dengan membran merupakan proses penyaringan dan difusi elektrokimia berdasarkan bobot molekul (BM) dan struktur senyawanya. Prinsip pemisahannya berbeda dengan filtrasi biasa. ada pemisahan ini larutan yang mengalir tidak menembus media, melainkan dipecah dan menyebar ke seluruh bagian.
Larutan katekin yang sudah terpisah dari senyawa lain ?terutama senyawa dengan BM besar seperti protein dan polisakarida ? dikeringkan untuk memperoleh serbuk atau bubuk katekin dengan kemurnian tinggi. Dengan teknologi itu, katekin dalam bentuk serbuk atau bubuk mudah diperoleh terutama untuk kepentingan farmasi, kedokteran, kosmetik, dan pangan.
Dengan manfaat teh yang multikhasiat, pantas jika Jepang menghormatinya dengan melakukan ritual khusus saat minum teh. Sebagai salah satu negara penghasil teh terbesar,kosumsi teh di Indonesia masih rendah.Idealnya setiap orang mengkonsumsi minimal 125 mg katekin per hari, yang diperoleh dari 5 g teh hijau. Konsumsi teh hijau Indonesia hanya 350 g/kapita/tahun, kurang dari 1 g per hari. Oleh sebab itu, alangkah baiknya selalu minum teh untuk mencicipi manfaatnya.(Dadan Rohdiana, peneliti Pusat Penelitian Teh dan Kina).
 struktuer katekin


 http://ngunjukteh.wordpress.com/2007/01/15/ritual-demi-katekin/

3 komentar:

  1. pada artikel diatas terdapat kalimat bahwa Katekin teh mengalami banyak perubahan kimia seperti oksidasi dan epimerisasi saat proses pengolahan dan penyeduhan. yang menjadi permasalahan saya adalah gugus mana pada struktur katekin tersebut yang menyebabkan ketekin mengalami perubahan kimia seperti oksidasi dan epimerisasi saat proses pengolahan dan penyeduhan?

    BalasHapus
  2. Katekin teh mengalami banyak perubahan kimia seperti oksidasi dan epimerisasi selama proses pengolahan dan penyeduhan. jika dilihat dari strukturnya, kateki merupakan flavonoid dengan banyak gugus hidroksi, maka diperkirakan gugus hidroksi pada cincin B dari struktur molekul ini akan menjadi faktor utama yang menyebabkan ketidakstabilan katekin terhadap oksidasi. peristiwa oksidasi ini dipengaruhi oleh oksigen, pH larutan, cahaya dan adanya bahan antioksidan (Connors, 1992)

    BalasHapus
  3. Katekin (bahasa Inggris: catechin) adalah segolongan metabolit sekunder yang secara alami dihasilkan oleh tumbuhan dan termasuk dalam golongan flavonoid. Senyawa ini memiliki aktivitas antioksidan berkat karena gugus fenol yang dimilikinya. Strukturnya memiliki dua gugus fenol (cincin-A dan -B) dan satu gugus dihidropiran (cincin-C). Karena memiliki lebih dari satu gugus fenol, senyawa katekin sering disebut senyawa polifenol.
    Jika dilihat dari strukturnya, katekin merupakan flavonoid dengan banyak gugus hidroksi, maka diperkirakan gugus hidroksi pada cincin B dari struktur molekul ini akan menjadi faktor utama yang menyebabkan ketidakstabilan katekin terhadap oksidasi. Peristiwa oksidasi ini dipengaruhi oleh oksigen, pH larutan, cahaya dan adanya bahan antioksidan (Connors, 1992).

    BalasHapus