Tradisi itu diwariskan hingga kini. Warga Jepang meyakini, minum teh
salah satu cara agar panjang umur. Pantas jika usia rata-rata pria
Jepang mencapai 76,35 tahun dan wanita 82,84 tahun. Bandingkan dengan
usia rata-rata pria Indonesia yang hanya 65 tahun dan wanita 70 tahun.
Khasiat utama teh ada pada polifenol dalam daun muda dan utuh.
Katekin – senyawa dominan dari polifenol teh hijau – terdiri dari
epikatekin, epikatekin gallat, epigallokatekin, epigallokatekin gallat,
katekin, dan gallokatekin. Senyawa polifenol berperan sebagai penangkap
radikal bebas hidroksil sehingga tidak mengoksidasi lemak, protein,dan
DNA dalam sel. Kemampuan polifenol menangkap radikal bebas 100 kali
lebih efektif dibanding vitamin C dan 25 kali lebih efektif dari vitamin
E.
Katekin mencegah oksidasi low density lipoprotein (LDL), kolesterol
jahat. Alhasil, pembentukan kerak di dinding pembuluh darah penyebab
arteriosklerosis bisa ditangkal.
Selain itu,kandungan epigallokatekin dan epigallokatekin gallat pada
teh hijau menghambat aktivitas enzim yang mengatur tekanan
darah.Konsumsi teh secara teratur, 2 – 4 gelas setiap hari, dapat
menurunkan tekanan darah penderita tekanan darah tinggi sehingga kembali
normal
Jaga katekin
Kadar katekin mencapai 20% dari bobot kering daun teh hijau. Senyawa
itu lebih banyak terkandung pada teh Camellia sinensis jenis assamica
dibanding jenis sinensis. Teh hijau Indonesia diolah dari pucuk teh
Camellia sinensis jenis assamica sehingga lebih baik dibanding teh hijau
Cina atau Jepang yang berbahan baku Camellia sinensis jenis sinensis.
Begitu juga dengan teh hitam.
Berdasarkan cara pengolahannya, ada 3 jenis teh: teh fermentasi atau
the hitam, teh semifermentasi seperti teh oloong dan teh pouchong, dan
the tanpa fermentasi alias teh hijau. Sebetulnya, sebutan fermentasi itu
kurang tepat untuk menggambarkan proses pengolahahan teh. Istilah
tepatnya adalah oksidasi enzimatis.
Di antara ketiga jenis teh, kadar katekin teh hijaulah paling tinggi.
Sebab, selama pengolahan, katekin dipertahankan jumlahnya dengan cara
menonaktifkan enzim polifenol oksidase melalui proses pelayuan dan
pemanasan. Pada proses pengolahan lainnya, katekin dioksidasi menjadi
senyawa orthoquinon, bisflavanol, tehaflavin, dan teharubigin yang
khasiatnya tidak sehebat katekin.
Katekin teh mengalami banyak perubahan kimia seperti oksidasi dan
epimerisasi saat proses pengolahan dan penyeduhan. Epimerisasi adalah
perubahan struktur epi pada rantai kimia katekin. Contohnya dari
epigallokatekin menjadi gallokatekin. Perubahan ini mengurangi kadar
antioksidan pada teh.
Katekin teh stabil dalam air pada suhu kamar. Kadar katekin menurun
sebesar 20%jika dipanaskan pada suhu 98oC selama 20 menit.Saat
dipanaskan dalam autoclave pada suhu 120oC, terjadi epimerisasi dari
(-)- EGCG menjadi (-)-GCG dan kadar katekin menurun hingga 24%. Katekin
bisa anjlok hingga 50%jika dipanaskan selama 2 jam.
Pemisahan katekin
Meningkatnya perhatian masyarakat terhadap manfaat polifenol teh,
mendorong para peneliti untuk memperoleh katekin dalam bentuk
konsentrat, serbuk, atau bubuk. Sejumlah metode pemisahan dikembangkan
dengan pelarut organik seperti methanol dan kloroform. Sayang, metode
itu tidak ekonomis. Sebab, harga pelarut-pelarut organik mahal dan perlu
diteliti keamanannya akibat kemungkinan residu tertinggal.
Metode lainnya teknologi membran filtrasi untuk memisahkan komponen
cair dengan tekanan. Pemisahan katekin dengan membran merupakan proses
penyaringan dan difusi elektrokimia berdasarkan bobot molekul (BM) dan
struktur senyawanya. Prinsip pemisahannya berbeda dengan filtrasi biasa.
ada pemisahan ini larutan yang mengalir tidak menembus media, melainkan
dipecah dan menyebar ke seluruh bagian.
Larutan katekin yang sudah terpisah dari senyawa lain ?terutama
senyawa dengan BM besar seperti protein dan polisakarida ? dikeringkan
untuk memperoleh serbuk atau bubuk katekin dengan kemurnian tinggi.
Dengan teknologi itu, katekin dalam bentuk serbuk atau bubuk mudah
diperoleh terutama untuk kepentingan farmasi, kedokteran, kosmetik, dan
pangan.
Dengan manfaat teh yang multikhasiat, pantas jika Jepang
menghormatinya dengan melakukan ritual khusus saat minum teh. Sebagai
salah satu negara penghasil teh terbesar,kosumsi teh di Indonesia masih
rendah.Idealnya setiap orang mengkonsumsi minimal 125 mg katekin per
hari, yang diperoleh dari 5 g teh hijau. Konsumsi teh hijau Indonesia
hanya 350 g/kapita/tahun, kurang dari 1 g per hari. Oleh sebab itu,
alangkah baiknya selalu minum teh untuk mencicipi manfaatnya.(Dadan
Rohdiana, peneliti Pusat Penelitian Teh dan Kina).
http://ngunjukteh.wordpress.com/2007/01/15/ritual-demi-katekin/
struktuer katekin
http://ngunjukteh.wordpress.com/2007/01/15/ritual-demi-katekin/
pada artikel diatas terdapat kalimat bahwa Katekin teh mengalami banyak perubahan kimia seperti oksidasi dan epimerisasi saat proses pengolahan dan penyeduhan. yang menjadi permasalahan saya adalah gugus mana pada struktur katekin tersebut yang menyebabkan ketekin mengalami perubahan kimia seperti oksidasi dan epimerisasi saat proses pengolahan dan penyeduhan?
BalasHapusKatekin teh mengalami banyak perubahan kimia seperti oksidasi dan epimerisasi selama proses pengolahan dan penyeduhan. jika dilihat dari strukturnya, kateki merupakan flavonoid dengan banyak gugus hidroksi, maka diperkirakan gugus hidroksi pada cincin B dari struktur molekul ini akan menjadi faktor utama yang menyebabkan ketidakstabilan katekin terhadap oksidasi. peristiwa oksidasi ini dipengaruhi oleh oksigen, pH larutan, cahaya dan adanya bahan antioksidan (Connors, 1992)
BalasHapusKatekin (bahasa Inggris: catechin) adalah segolongan metabolit sekunder yang secara alami dihasilkan oleh tumbuhan dan termasuk dalam golongan flavonoid. Senyawa ini memiliki aktivitas antioksidan berkat karena gugus fenol yang dimilikinya. Strukturnya memiliki dua gugus fenol (cincin-A dan -B) dan satu gugus dihidropiran (cincin-C). Karena memiliki lebih dari satu gugus fenol, senyawa katekin sering disebut senyawa polifenol.
BalasHapusJika dilihat dari strukturnya, katekin merupakan flavonoid dengan banyak gugus hidroksi, maka diperkirakan gugus hidroksi pada cincin B dari struktur molekul ini akan menjadi faktor utama yang menyebabkan ketidakstabilan katekin terhadap oksidasi. Peristiwa oksidasi ini dipengaruhi oleh oksigen, pH larutan, cahaya dan adanya bahan antioksidan (Connors, 1992).